Rabu, 25 Mei 2011

Fungsi RAM Pada Komputer

RAM Atau Random access memory, pada kompur (PC pribadi) mempunya fungsi fital. Kurang lebihnya menyimpan sementara informasi yang akan ddi tayangkan oleh monitor.
Ilustrasinya begini; Jika kita mengklik membuka sebuah file (apapun extensinya; bisa .word, .htm .jpg dll) maka informasi tadi (perintah membuka file) tidak serta merta menuju proccessor. Melainkan melewati RAM, baru kemudian disampaikan ke Proccessor. Oleh procsessor informasi tadi di olah kemudian diberikan intruksi kepada komponen lain agar mencari letak file tersebut, dan membukanya.
Nah proses membuka file ini pun akan melewati RAM kembali. Misalnya saat anda meminimize sebuah program yang terbuka atau program yang bekerja di background (seperti antivirus dll), maka sebenernya mereka menggunakan jasa RAM, agar dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Nah Agar semua kebutuhan dalam komputer kita dapat terpenuhi….. maka kita harus menyediakan hardisk yang cukup (minimal untuk sistem operasi / biasanya drive: C), RAM yang memadai, dan proccesor yang mempunyai kinerja yang baik.
Yang sering terjadi adalah…. kurangnya RAM pada komputer kita. Misalnya sebuah PC dengan Proccessor P4 2 GB, terpasang pada 256 MB RAM, dan Hardisk (drive C) 10 GB. Ram Yang hanya 256 tentu akan memperlambat kinerja komputer kita. Salah satu langkahnya adalah menambah virtual RAM pada pagefile dalam sistem property komputer. langkah-nya akan kami bahas pada artikel berbeda.

Senin, 23 Mei 2011

ASAS - ASAS HUKUM PIDANA


Hanya sekedar tahu saja, kalau sampe kita gak kenal Hukum, kebanyakan dari kita mungkin akan dibodohi oleh sekeliling kita, jika kita tidak mengetahui Hukum di Indonesia. Berikut macam – macam Asas Hukum 
1. Asas Hukum (P. Scholten)
kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat – sifat umum dengan keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada.
2. Asas Hukum Umum
Norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum.
3. Asas hukum khusus
Asas hukum yang berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang hukum perda, hukum pidana dan sebagainya, yang sering merupakan penjabaran dari asas hukum umum.
4. Asas Hukum Internasional
Asas hukum yang diberlakukan dalam hubungan antar negara.
5. Asas hukum pengangkutan
Objek kajian berupa landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan mengenai pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan dan kepatutan yang diterima oleh semua pihak.
6. Asas Hukum (Van Eikema Hommes)
Dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif.
7. Azas “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”
Dasar yang fundamental di dalam hukum perjanjian yang banyak dianut di berbagai negara adalah suatu azas yang berbunyi “Pacta sunt servanda” yang berarti “Janji harus ditepati”. Azas pacta sunt servanda ini kemudian muncul di berbagai peraturan hukum di semua bangsa yang berperadaban.
8. Praduga Tak Bersalah atau “in dubio pro reonce”
Adalah asas di mana seseorang dinyatakan tidak bersalah hingga pengadilan menyatakan bersalah. Asas ini sangat penting pada demokrasi modern dengan banyak negara memasukannya kedalam konstitusinya.
9. Asas Legalitas
Yaitu adanya persamaan kedudukan, perlindungan, dan keadilan di hadapan hukum.
10. Asas Keseimbangan
Yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakkan hak asasi manusia dan melindungi ketertiban umum.
11. Asas Unifikasi
Yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh wilayah Indonesia
12. Asas Ganti rugi dan Rehabilitasi
Yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.
13. Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan
Yaitu pelaksanaan peradilan (dari penyidikan sampai dengan putusan Hakim) secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminim mungkin guna menjaga kestabilan terdakwa (pasal 50 KUHAP).
14. Asas Oportunitas
Yaitu hak seorang Jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum.
15. Asas Akusator
Yaitu penempatan tersangka sebagai subjek yang memiliki hak yang sama di depan hukum.
16. Prinsip Pembatasan Penahanan
Yaitu menjamin hak-hak asasi manusia dengan membatasi waktu penahanan dalam melalui proses hukum.
17. Prinsip Diferensiasi Fungsional
Yaitu penegasan batas-batas kewenangan dari aparat penegak hukum secara instansional.
18. Prinsip Saling Koordinasi
Yaitu adanya hubungan kerja sama di antara aparat penegak hukum untuk menjamin adanya kelancaran proses hukum.
19. Prinsip Penggabungan Pidana dengan Tuntutan Ganti Rugi
Yaitu dipakainya gugatan ganti rugi secara perdata untuk menyelesaikan kasus pidana yang berhubungan dengan harta kekayaan.
20. Peradilan tebuka Untuk Umum
Yaitu hak dari publik untuk menyaksikan jalannya peradilan (kecuali dalam hal-hal tertentu).
21. Kekuasaan Hakim yang Tetap
Yaitu peradilan harus dipimpin oleh seorang/sekelompk hakim yang memiliki kewenangan yang sah dari Pemerintah.
22. Pemeriksaan Hakim Yang langsung dan lisan
Yaitu peradilan dilakukan oleh hakim secara langsung dan lisan (tidak menggunakan tulisan seperti dalam hukum acara perdata.
23. Bantuan Hukum Bagi Terdakwa
Yaitu adanya bantuan hukum yang diberikan bagi terdakwa.
24. Asas Perintah Tertulis
Yaitu segala tindakan hukum hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang berwenang dengan UU.
25. Asas Memperoleh Bantuan Hukum
Yaitu setiap orang punya kesempatan, bahkan wajib memperoleh bantuan hukum guna pembelaan atas dirinya (pasal 54 KUHAP)
26. Asas Terbuka
Yaitu, pemeriksaan tindak pidana dilakukan secara terbuka untuk umum (pasal 64 KUHAP)
27. Asas Pembuktian
Yaitu tersangka/ terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian (pasal 66 KUHAP), kecuali diatur lain oleh UU
28. Asas Praduga Rechtmatig (benar menurut Hukum, presumptio iustea causa)
Asas ini menganggap bahwa setiap tindakan penguasa selalu harus dianggap berdasarkan hukum (benar) sampai ada pembatalan. Dalam asas ini gugatan tidak menunda pelaksanaan KTUN yang digugat (Pasal 67 ayat (1) UU No.5 tahun 1986).
29. Asas pembuktian bebas
Hakimlah yang menetapkan beban pembuktian. Hal ini berbeda dengan ketentuan 1865 BW (lihat Pasal 101, dibatasi ketentuan Pasal 100.
30. Asas keaktifan hakim (dominus litis)
Keaktifan hakim dimaksudkan untuk mengimbangi kedudukan para pihak yang tidak berimbang (lihat Pasal 58, 63, ayat (1) dan (2), Pasal 80 dan Pasal 85)
31. Asas putusan pengadilan mempunyai kekuatan mengikat (erga omnes)
Sengketa TUN adalah sengketa hukum publik. Dengan demikian putusan pengadilan berlaku bagi siapa saja-tidak hanya bagi para pihak yang bersengketa
32. Asas para pihak harus didengar (audi et alteram partem)
Para pihak mempunyai kedudukan yang sama
33. Asas kesatuan beracara
Dalam perkara yang sejenis
34. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang bebas
Pasal 24 UUD 1945 Jo.Pasal 1 UU No. 4 2004
35. Asas sidang terbuka untuk umum
Putusan mempunyai kekuatan hukum jika diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum (Pasal 70 UU PTUN)
36. Asas pengadilan berjenjang
Tingkat pertama (PTUN), banding (PT TUN), dan Kasasi (MA), dimungkinkan pula PK (MA)
37. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)
Sengketa sedapat mungkin diselesaikan melalui upaya administrasi (musyawarah mufakat), jika belum puas, maka ditempuh upaya peradilan (Pasal 48 UU PTUN)
38. Nullum crimen nulla poena sine lege
Tidak ada kejahatan tanpa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.
39. Lex superiori derogat lege inferiori
Peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah, lihat dalam Pasal 7 UU No. 10 Tahun 2004
40. Lex posteriori derogat lege priori
Peraturan yang terbaru mengesampingkan peraturan yang sebelumnya. Pahami juga, lex prospicit, non respicit.
41. Lex specialis derogat lege generali
Peraturan yang lebih khusus mengesampingkan peraturan yang bersifat lebih umum, lihat Pasal 1 KUHD.
42. Res judicata pro veritate habeteur
Putusan hakim dianggap benar sampai ada putusan hakim lain yang mengoreksinya.
43. Lex dura sed tamen scripta
Undang-undang bersifat memaksa, sehingga tidak dapat diganggu gugat.
44. Die normatieven kraft des faktischen
Perbuatan yang dilakukan berulang kali memiliki kekuatan normatif, lihat Pasal 28 UU No. 4 Tahun 2004.
45. Asas Tut Wuri Handayani
Secara historis Tut Wuri Handayani lahir sebagai semboyan yang digunakan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam sistem pendidikan Taman Siswa. Makna Tut Wuri Handayani adalah :
a. Tut Wuri yaitu, mengikuti perkembangan sang anak dengan penuh perhatian berdasarkan cinta kasih tanpa pamrih
b. Handayani yaitu, mempengaruhi dalam arti merangsang, memupuk, membimbing,menggairahkan agar sang anak mengembangkan pribadi masing-masing melalui disiplin pribadi
46. Asas Demokrasi
Azas Demokrasi dalam pendidikan bersumber pada sila ke-4 pancasila. Dari sila ini dirumuskan pedoman dalam penghayatan dan pengamalan menjadi 7 butir P4. Dalam UU No.2 Tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional ditegaskan adanya hak peserta didik
47. Asas Kepastian Hukum
Azas kepastian hukum untuk melindungi berbagai kepentingan individu maupun kelompok dalam kehidupan bermasyarakat yang selaras dan serasi, pemerintah menciptakan keputusan maupun peraturan yang menyangkut berbagai aspek, diantaraya aspek perekonomian, hak milik, perkawinan, pendidikan, dsb. Ketentuan hukum yang mengatur masalah pendidikan bersumber pada UUD 45 pasal 31 dan ayat 2.
48. Azas Pendidikan Seumur Hidup
Azas Pendidikan seumur hidup bahwa pendidikan merupakan proses budaya intuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, dilaksanakan dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Pada hakekatnya pendidikan seumur hidup menurut John Dewey tidak dapat dipisahkan dari belajar seumur hidup.

Rabu, 18 Mei 2011

Penafsiran dan Kontruksi Hukum


Penafsiran Hukum (Rechtsinterpretatie)
Interpretasi atau penafsiran merupakan salah satu metode penemuan hukum yang memberi penjelasan yang tidak jelas mengenai teks undang-undang agar ruang lingkup kaedah dapat ditetapkan sehubungan dengan peristiwa tertentu. Dalam melakukan penafsiran hukum terhadap suatu peraturan perundang-undangan yang dianggap tidak lengkap atau tidak jelas, seorang ahli hukum tidak dapat bertindak sewenang-wenang.
Menurut Prof. J.H.A. Logemann : “Dalam melakukan penafsiran hukum, seorang ahli hukum diwajibkan untuk mencari maksud dan kehendak pembuat undang-undang sedemikian rupa sehingga menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh pembuat undang-undang itu.”
Dalam usaha mencari dan menentukan kehendak pembuat undang-undang itulah maka dalam ilmu hukum dikembangkan beberapa metoda atau cara menafsirkan peraturan perundang-undangan yang dapat digunakan seorang ahli hukum yaitu :
1.        Penafsiran Gramatikal (taatkundige interpretatie), yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap peristilahan atau kata-kata, tata kalimat didalam suatu konteks bahasa yang digunakan pembuat undang-undang dalam merumuskan peraturan perundang-undangan tertentu.
2.        Penafsiran Sejarah (historische interpretatie), yaitu penafsiran yang dilakukan terhadap isi suatu peraturan perundang-undangan dengan meninjau latar belakang sejarah dari pembentukan atau terjadinya peraturan undang-undang yang bersangkutan.
3.        Penafsiran Sistematis (systematische interpretatie), yaitu penafsiran terhadap satu atau lebih peraturan perundang-undangan, dengan cara menyelidiki suatu sistem tertentu yang terdapat didalam suatu tata hukum, dalam rangka penemuan asas-asas hukum umum yang dapat diterapkan dalam suatu masalah hukum tertentu.
4.        Penafsiran sosiologis (teleologis), sejalan dengan pandangan Prof. L.J.van Apeldoorn, maka salah satu tugas utama seorang ahli hukum adalah menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan hal-hal konkrit yang ada di dalam masyarakat.
5.        Penafsiran otentik, yaitu penafsiran terhadap kata, istilah atau pengertian didalam peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan sebelumnya oleh pembuat undang-undang sendiri.
Menurut Pasal 16 ayat (1) Undang-undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman mengharuskan hakim untuk memeriksa dan memberi keputusan atas perkara yang diserahkan kepadanya dan tidak diperbolehkan menolak dengan alasan tidak lengkap atau tidak jelas pengaturannya. Dalam hal demikian dalam Pasal 28 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hal ini berarti seorang hakim harus memiliki kemampuan dan keaktifan untuk menemukan hukum (rechtsvinding). Rechtsvinding merupakan proses pembentukan hukum oleh hakim/aparat penegak hukum lainnya dalam penerapan peraturan umum terhadap peristiwa hukum yang konkrit dan hasil penemuan hukum menjadi dasar baginya untuk mengambil keputusan. Oleh karena itu, maka hakim dapat melakukan konstruksi dan penghalusan hukum.
Langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam Konstruksi Hukum antara lain:
a) Hakim meninjau kembali sistem material yang mendasari lembaga hukum yang dihadapinya sebagai pokok perkara;
b) Berdasarkan sistem itu, hakim kemudian berusaha membentuk suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) baru dengan cara membandingkan beberapa ketentuan di dalam lembaga hukum yang bersangkutan, yang dianggap memiliki kesamaan-kesamaan tertentu;
c) Setelah pengertian hukum itu dibentuk, maka pengertian hukum itulah yang digunakan sebagai dasar untuk mengkonstruksi suatu kesimpulan dalam penyelesaian perkara.
Pada dasarnya, konstruksi hukum dinamakan analogi, tetapi di dalam ilmu hukum dikembangkan beberapa bentuk konstruksi hukum yang sebenarnya merupakan variasi dari analogi itu, yaitu konstruksi Penghalusan Hukum dan konstruksi Argumentum a Contrario.


ASAS HUKUM ACARA PIDANA

1. Asas Legalitas yaitu adanya kedudukan, perlindungan dan keadilan di hadapan hukum
2. Asas Keseimbangan, yaitu proses hukum yang ada haruslah menegakan hak asasi manusia dan melindungi keterlibatan umum.
3. Asas Praduga Tak Bersalah, yaitu tidak menetapkan seseorang bersalah atau tidak sebelum adanya putusan pengadilan yang tetap.
4. Asas Unifikasi, Yaitu penyamaan keberlakuan hukum acara pidana di seluruh wilayah Indonesia
5. Asas Ganti Rugi dan Rehabilitasi, yaitu adanya ganti rugi dan rehabilitasi bagi pihak yang dirugikan karena kesalahan dalam proses hukum.
6. Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya Ringan, yaitu pelaksanaan peradilan secara tidak berbelit-belit dan dengan biaya yang seminimmungkin guna menjaga kestabilan terdakwa
7. Asas Oportunitas, yaitu hak seorang jaksa untuk menuntut atau tidak demi kepentingan umum

PEMBAGIAN HUKUM

Menurut Subernya
a. Hukum Perundang-undangan, tercantum dlm peraturan perundang-undangan
b. Hukum Kebiasaan (Hukum Adat), tercantum dlm hukum kebiasaan (adat)
c. Hukum Traktat, berdasarkan perjanjian antar Negara
c. Hukum Yurisprudensi, terbentuk karena putusan hakim

Menurut Bentuknya
1. Hukum Tertulis
    - Dikodifikasikan
    - Tidsk Dikodifikasikan
2. Hukum Tidak Tertulis (Hukum Kebiasaan)

Menurut Tempat / wilayah berlakunya :
1. Hukum Nasional; berlaku dalam suatu negara
2. Hukum Internasional, mengatur hukum dlm dunia internasional
3. Hukum Lokal, berlaku di suatu daerah tertentu
4. Hukum Asing, berlaku di negara lain

Menurut Waktu berlakunya:
1. Ius Constitutum
2. Ius Constituendum
3. Hukum Asasi

Menurut Cara mempertahankannya:
1. Hukum Materiil
2. Hukum Formil

Menurut Sifatnya:
1. Hukum yang memaksa
2. Hukum Pelengkap

Menurut Wujudnya:
1. Hukum Objektif
2. Hukum Subjektif

Menurut Isinya:
1. Hukum Privat
2. Hukum Publik